Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pelajari dengan Hati

Foto ilustrasi : shatteringthematrix.com
Hati saya itu sesuatu yang sangat hebat. Meski ia berupa gumpalan darah, namun kadangkala ia mampu mengalirkan sesuatu kepada otak agar melakukan sesuatu yang sungguh keras. Membenci orang, menyakiti orang dan tindakan keji lainnya. Namun adakalanya ia mengirimkan sinyal ke otak saya agar tetap cool, calm, sabar dan mengalah. Dan saya mencintai percakapan pribadi dengan hati saya.

Setiap manusia dan mahluk memiliki persoalannya sendiri sendiri. Orang mungkin melihat bagaimana saya merintis sebuah usaha dari kakilima yang sekarang mampu membuka tiga cabang. Punya beberapa pegawai. Bisa menyewa tempat, membayarnya tepat waktu. Usaha saya termasuk bukan incaran banyak orang, untungnya juga tidak besar besar amat. Namun begitulah jika Tuhan sudah menggariskan rezeki saya hingga hari ini. Sedikit banyak saya belajar dari hati saya sendiri. Bukan hati orang lain yang saya nilai "menyimpang" dari pikiran saya.


Saya meyakini hati saya. Karena saya merawatnya dengan sebuah kejujuran. Dan tentu saja buah pikiran yang saya ikuti bukan asal serampangan. Membabi buta. Saya beberapa kali ditipu orang lain, teman. Ada yang tipuan kata kata, bahkan materi. Bagi orang lain materi yang hilang bukanlah seberapa. Tetapi jika saya adalah manusia yang saat itu masih sibuk mencari rezeki, bekerja keras dan selalu berharap setiap hari dititipi sedikit rezeki oleh Tuhan, Rp10 ribu pun bisa jadi sangat berarti. Dan di saat yang seperti itulah saya ditipu.

Tetapi begitulah hati yang saya jaga. Yang sewot justru teman teman saya yang baik hatinya. Biasanya jika sudah terjadi saya hanya tersenyum. Tersenyum karena tak bisa lagi mencari kebenaran atas apa yang terjadi. Sementara jika saya curhat dengan Tuhan, mungkin Tuhan menjawabnya lewat tanda. Bukan dengan jawaban berupa kata kata yang langsung saya dengar. Percaya dengan hati sendiri adalah sebuah tindakan yang sangat sulit. Ternyata hanya satu kenyataan yang akhirnya mampu membalikkan pola pikir saya.

Saya adalah anak manusia yang lahir dari keluarga sangat sederhana. Dan kesederhanaan itulah yang membuat saya harus merantau. Setiap perantau memiliki tekad di hatinya, ingin lebih baik. Kecuali merantau karena kondisi yang memaksanya harus pergi. Menghindari ancaman mungkin, memiliki "dosa" dan dicari orang mungkin, ingin balas dendam mungkin. Sementara saya merantau karena sudah membayangkan masa depan yang belum jelas tergambar merah atau biru jika saya tetap di kampung halaman. Iya, saya selalu dibisiki hati saya agar bersyukur. Lagi lagi sebuah langkah yang sulit. Masih tetap merasa kekurangan kok dibisiki agar bersyukur.

Teman sekerja ponselnya model baru, sementara ponsel saya jadul. Teman saya pacarnya cantik, sementara masih sibuk mencari, waktu itu. Dan perbedaan lain yang orang lain miliki dan tidak saya punyai, membuat langkah untuk bersyukur itu sesuatu yang maha sulit. Ketika saya benar benar memiliki usaha dengan modal uang hasil kerja, dan akhirnya juga ditipu, hati saya membalikkan semuanya. Saya ikuti permainan hidup ini. Saat lapar di jalan dan uang pas pasan, ya mampir di warung kakilima meski saya ingin menyantap sate, soto, atau makanan sedap lainnya. Saat saya masih bisa berkomunikasi dengan ponsel jadul dan punya sedikit pulsa, pesan saya tersampaikan. Toh sama saja suara atau bentuk tulisan saya di layar ponsel yang saya telepon atau kirimi sms. Saat naik motor dan tiba tiba ban pecah, masih bisa menambalnya syukur. Kalau terpaksa ganti ban dan uang cukup, tak sisa, syukuri saja.

Lalu oleh ibu saya diajari untuk memulai dengan bismillah dan mengakhirinya dengan alhamdulillah. Kebetulan ibu saya mantan guru agama sekolah dasar jadi saya bersyukur selalu diingatkan. Dan saya terapkan dalam kehidupan saya. Kadang aneh bagi orang lain, saat saya memulai setiap pekerjaan selalu terucap kalimat "sakti" itu. Dan saya tahu beberapa orang memandangi bibir saya. Karena sudah biasa mengucapkannya, jadi orang lain mendengar. Mungkin jika dari awalnya saya mengatakannya dalam hati orang lain tak mendengarnya.

Alhamdulillah, dari perjalanan hati mengakrabi hati sendiri lama lama menjadi kebiasaan. Saya selalu bertanya dalam hati, seandainya saya melakukan ini atau itu, saya biarkan hati saya menemukan banyak alternatif akibatnya. Lalu saya ajak hati untuk menelaah satu persatu alternatif itu. Gampang, jika hati terasa nyaman, biasanya alternatif yang dipilih itu yang terbaik.

1 comment for "Pelajari dengan Hati"

  1. Sunggu damai tulisan mas nung... Bagaimana cara berbicara dengan hati mas?

    ReplyDelete