Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Melebihi yang Normal

Rina sedang menulis dengan jari kakinya. F-Yendi
Namanya Rina, usianya sekarang 16 tahun. Gadis dari Pulau Bintan ini lahir tanpa kedua tangan. Saat ini, sulung dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan orang tua sederhana ini masih sekolah di sebuah Sekolah Dasar setempat. Keterlambatan sekolah bukan diinginkan gadis yang selalu riang ini, melainkan karena ia butuh orang lain agar bisa berangkat sekolah.

Adalah adiknya yang selama ini mendampingi sang kakak berangkat dan pulang sekolah. Dengan kesabaran luar biasa, kakak adik dari kampung terpencil ini kompak sepanjang jalan. Dalam kondisi sederhana, Rina bisa saja memilih duduk di rumah bersama ibunya. Namun ia tak ingin hanya berdiam diri. Sebuah cita-cita digantungkannya tinggi, seorang dokter. Jika Tuhan berkehendak, tak ada yang tak mungkin.

 Pengakuan Rina kepada seorang teman yang mengunjungi rumah orang tua Rina baru-baru ini, tak ada rasa minder dalam dirinya. Dengan terampil ia mengambil buku tulis dari tasnya, meletakkannya di atas lantai, lalu mengambil pena dan mulai menulis. Semua dilakukan dengan jari kaki kanannya. Setiap huruf yang muncul dari ujung pena adalah perjuangan luar biasa bagi seorang Rina.


 "Saya masih bersyukur memiliki kaki," kata Rina.

 Jika seorang Rina yang kondisi tubuhnya seperti itu masih selalu bersyukur atas karunia yang diberikan Allah, seharusnya membuat kita malu. Dengan kelengkapan anggota badan, kita bahkan lupa untuk menyusukri bahwa kita memiliki telinga, mata, tangan dan kaki. Lupa menyukurinya dan menggunakannya untuk sesuatu yang merugikan orang lain. Kesedihan Rina bukan pada kekurangan anggota badannya, melainkan keinginannya untuk bisa melihat gemerlapnya Kota Tanjungpinang. Hanya Tanjungpinang.

Pernah kita membayangkan betapa bersyukurnya bisa melintasi gedung-gedung pencakar langit bukti kepintaran manusia menyusun konstruksinya, atau melanggang di mall yang super mawah? Untuk seorang Rina bayangan seperti itu terlalu wah. Tak terjangkau oleh alam pikirannya. Ia hanya ingin melihat kemajuan Tanjungpinang, yang tentu belum seberapa dibandingkan kota besar seperti Jakarta, Bandung, Makassar, Medan, Surabaya dan kota lainnya.

Ya, Rina ingin sekali menginjakkan kakinya ke sebuah mall yang ada di kota Tanjungpinang. "Ingin tahu seperti apa Ramayana, katanya besar dua lantai," pengakuannya.

 Ujian selalu datang untuk umat yang tabah. Rian pernah bahagia ketika diperbolehkan mengikuti studi tour sekolahnya ke pusat belanja di Tanjungpinang itu. Namun menjelang keberangkatan, adiknya yang selalu menemaninya berjalan agar seimbang sakit. Betapa sedihnya Rina. Saat kesempatan kedua itu datang, giliran pihak sekolah tak mengizinkan ia berangkat karena khawatir dengan kondisinya.

 Itulah Rina, sementara kita? Rina yang tangguh, kita yang sehat dan normal menunjukkan seolah olah tangguh padahal rapuh. Rina yang selalu menerima apa adanya, sementara kita tak pernah puas dengan apa adanya yang kita miliki. Ingin segalanya ada. Rina bisa merasa kondisinya, sementara kita merasa bisa. Menyepelakan orang lain dan menganggapnya diri kita yang paling unggul....

Rina tak ingin dikasihani, ia percaya perjuangannya selalu dalam genggaman Allah SWT. Sementara di sekeliling kita, bahkan kita, berpura-pura miskin untuk sekadar mendapatkan jatah beras miskin dari pemerintah. Kita dengan mobil terbaru diam-diam antre di SPBU yang seharusnya digunakan untuk warga yang lebih membutuhkan.

Post a Comment for "Melebihi yang Normal"