Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Di Waduk Seloromo

Ada beberapa hal yang tak pernah dapat dilupakan. Bagi aku, salah satunya masa kecil. Lahir di Desa Bermi, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, aku selalu ingat bagaimana ibuku marah ketika tahu aku barusan bermain-main di Waduk Seloromo. Namanya orang tua pastilah khawatir anaknya bermain di kolam air raksasa yang dibuat zaman penjajahan Belanda.

Foto: Jateng Multiply
Sudah belasan bahkan puluhan tahun aku tak mengunjungi waduk yang selalu ramai saat pembukaan pintu airnya ini. Saat itu, warga berebut menangkap ikan yang selama ini lepas dari tangkapan. Ada yang masuk ke lumpur waduk, ada yang menanti di ujung pintu keluar air berupa pipa besar. Teriakan dan sorak sorai terdengar setiap kali ada ikan berukuran besar masuk ke perangkap warga.

Aku biasanya melihat keramaian tadi bersama teman-teman SMP-ku. Alasannya bermacam-macam ketika pamit ke ibu, orang yang paling rewel ketika tahu aku tak langsung pulang sehabis sekolah. Yang tak bisa kulupakan ketika berjalan menyusuri rangkaian papan kayu di atas jembatan penghubung tepi waduk ke bangunan pengendali air di tengah waduk. Aku tak sempat menghitung berapa panjang jembatannya. Tetapi minimal 100 meter ada.


Di antara begitu banyak papan, ada yang lapuk, bahkan saat itu berlubang. Tepi jambatan dipasang pembatas dari besi sebagai penahan. Selalu ada rasa was-was ketika kaki menginjak papan-papan itu. Dari bangunan ini, yang terdengar ialah suara gemuruh air yang berasal dari keluarnya air di bagian bawah pengendali air. Dari sini, keindahan menjadi milikmu semata. Keindahan yang diciptakan Tuhan untuk manusia.

Di waduk ini, aku dulu selalu berpikir kelak aku akan menjadi apa. Lalu aku menatap bayangan kaki jembatan yang jatuh ke air. Tak ingin jatuh ke dalam air, tetapi tetap saja ada rasa takut. Di waduk ini aku juga selalu berdoa kepada Tuhan, aku ingin memiliki kehidupan sedamai permukaan air. Ketika kerikil kujatuhkan, pasti terpercik airnya, namun tak lama kemudian kembali tenang.

Kini, ratusan kilometer aku jauh dari ikon wisata Kecamatan Gembong ini. Aku tak hanya membayangkan bagaimana rasanya jatuh, tetapi pernah merasakannya. Jatuh yang harus kubangkitkan lagi agar bisa kembali setenang air Waduk Seloromo. Waduk Seloromo, aku ingat ibuku, ayahku, teman-teman sekolahku. Dan di ujung sana, di sebuah daratan aku pernah punya teman dekat yang kini tak kutahu di mana dia. Ah...

Post a Comment for "Di Waduk Seloromo"