Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Di Dunia Nyata Debat, di Dunia Maya Debat, Kapan Ya Tidur Nikmat?

Pendukung paslon nomor urut 1, Syahrul-Rahma. f-suarasiber
Beberapa malam lalu, saya membelokkan motor ke lahan kosong di tepi warung. Maksud hati ingin parkir ke tempat parkir hotel berbintang di bilangan Batu 8 Atas, Tanjungpinang. Melihat penjagaan begitu ketat, akhirnya cari tempat parkir yang memudahkan jika saya nanti keluar. Itu pun harus umpel-umpelan (berhimpitan) dengan motor lain yang jumlahnya ratusan.

Saya tahu pesis, lahan yang saya jadikan tempat parkir pada hari biasa hanya tanah kosong di dekat warung tepi jalan. Dan tak pernah melihatnya menjadi area parkir yang begitu padat. Wajar saja, karena malam itu dua pasang calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tanjungpinang, Lis - Maya dan Syahrul Rahma, melakukan debat Pilkada Tanjungpinang 2018.

Keduanya akan bertarung menjadi yang layak memimpin Tanjungpinang lima tahun ke depan, pada 27 Juni mendatang.

Saya perkirakan 1.000 lebih orang Tanjungpinang memadati hotel. Hanya 500 orang bisa masuk ke ruang hotel tempat debat diadakan. Selebihnya, harus menyaksikan jalannya debat dari dua layar videotron yang dipasang di halaman hotel. Halaman dibagi dua, sebelah kiri untuk pendukung Syahrul - Rahma yang mendapatkan nomor undi 1, sisi kanan untuk pendukung nomor urut 2, Lis - Maya. Pembatasnya adalah pagar besi non permanen.


Jam 20.00 lebih sedikit, akhirnya debat dimulai. Saya duduk di bagian paling belakang. Bukan karena malu duduk di depan, melainkan karena mencari tempat duduk yang agak nyaman. Meski hanya beton pembatas halaman dan taman hotel.

Suasana remang, berbeda dengan teras dan bagian dalam hotel yang terang benderang. Kira-kira 10 menit saya duduk, dan debat juga baru menampilkan kata sambutan, dua orang di sebelah kanan saya sudah berdebat. Dari kata-kata yang masuk ke telinga saya, mereka pendukung pasangan calon yang berbeda.

Ternyata di masyarakat, isu yang dihembuskan entah oleh siapa bisa menjadi bahan debat. Yang satu menilai jagoannya lebih unggul, lawan debatnya tak mau ketinggalan. Sampai saling membuka ponsel masing-masing dan menunjukkan postingan-postingan di media sosial.

Gawat, niat hati ingin mendengarkan debat beneran, malah disuguhi debat kusir yang membuat jantung berdesir. Meski angin malam berhembus semilir, kedua orang di samping saya tak mau menggunakan hatinya untuk berpikir. Toh bisa saja postingan yang diunggah netizen lolos dari filter atau penyaring sampai dijadikan bahan debat kusir.

Tak kuat mendengar debat yang agaknya lama akan berakhir, saya memilih minggir. Memainkan aplikasi di ponselm nenunggu debat berlangsung.

Debat akhirnya dilaksanakan. Ada enam sesi yang harus dilalui para pasangan calon. Pertanyaan panelis harus mampu dijawab. Bukan asal menjawab. Harus dipilih kata-kata yang bisa memikat hati masyarakat. Jika terpikat, siapa tahu saat memilih bisa berubah 180 derajat, satu suara merupakan berkat. Apalagi banyak suara, ah, suatu nikmat bagi pasangan calon yang saya yakin sudah menyiapkan siasat.

Saat debat berakhir, saya menuju tempat parkir.

Pulang.

Di rumah saya membuka media sosial dan menemukan banyak postingan tentang debat yang baru saja lewat. Isinya, uh beragam. Saling serang antara kedua pendukung. Tak butuh waktu lama, postingan semakin berwarna. Soal kota yang akan dijadikan rujukan jika nanti terpilih dijadikan bahan pertandingan kata-kata. Soal nada tinggi salah satu calon wakil wali kota menjadi peluru bagi pasangan lawan untuk menjatuhkan.

Berbanding terbalik dengan grup masing-masing pasangan calon. Isinya memuji dan memuji. Komentar saling bersahutan. Itulah hebatnya teknologi informasi zaman now. Dinding (baca wall) saja diajak bicara.

Pendukung Paslon nomor urut 2, Lis-Maya. f-suarasiber
Semakin lama saya membaca postingan tentang debat, saya malah gelisah. Tanggal 27 Juni masih jauh, masih ada dua kali debat yang akan dijalani kedua pasangan calon. Jika hari-hari para pendukung fanatik sibuk menuliskan postingan yang tidak meredam hati, apa ya bisa berhenti.

Manusia beragam sifat. Ada yang hanya suka membaca, mengomentari, hanya mengetuk simbol suka, dan tak sedikit yang hobi menuliskan kalimat panjang lebar. Kalimatnya bolak-balik seperti angkot mengitari rutenya. Jika komentarnya dibantah, pasyi disanggah. Jika komentarnya disanggah pasti pihak sebelah tak mau mengalah.

Tak terasa malam sudah menunggu. Waktunya untuk pulang bagi gadis remaja yang kedatangan tamu, sang pujaan kalbu. Saya tutup aplikasi media sosial di ponsel saya tanpa ragu.

Pasti banyak sekali hati yang masih berlaga dengan komentar-komentarnya. Debat sebenarnya sudah berlalu. Namun debat para pendukung tak akan menyerah oleh waktu. Apalagi diberi bumbu, kecap sang jagoan pastilah nomor satu.

Saya yang sudah mengantuk saja tak bisa segera melupakan kalimat kalimat tajam saling serang yang barusan melintasi mata. Terlintas dalam hati saya, kapan ya mereka bisa tidur nikmat.

Sebaris harapan saya sampaikan ke ruang tidur, semoga menembus celah pintu, jendela hingga ke langit di mana Yang Kuasa menentukan segalanya. Semoga debat berakhir saat yang terbaik terpilih kelak. Hanya mengganti satu huruf, dari debat menjadi debut. Kita bersama melihat seperti apa debut pemimpin yang telah dipercaya untuk bekerja mewujudkan visi dan misinya.

Post a Comment for "Di Dunia Nyata Debat, di Dunia Maya Debat, Kapan Ya Tidur Nikmat?"