Ujian Nasional
Aku ingat dahulu. Saat menghadapi Evaluasi Belajar Tahap Akhir/Nasional (Ebta/Ebtanas). Tak ada doa bersama di sekolah, apalagi mengundang motivator ke sebuah hotel untuk memberikan semangat. Lalu saat kelulusan, aku juga masih ingat yang nilainya bagus bisa masuk perguruan tinggi tanpa tes, ada yang bahagia karena diterima melalui jalur UMPTN. Yang nilai kelulusannya pas-pasan, ya ikhlas saja mendapatkan perguruan tinggi yang biasa-biasa saja.
Kini zaman sudah berganti. Kurikulum terus dibenahi. Hari ini adalah hari pertama pelaksanaan UN di Indonesia untuk SMA sederajat. Di Tanjungpinang, "kebasaran" UN sudah lebih dahulu menggema. Pemerintah menyiapkan jam malam, Satpol PP melakukan razia setiap malam dari jam 22.00 - 01.00 WIB. Jauh hari sebelumnya, sejumlah sekolah berlomba menyelenggarakan tryout. Tak hanya sekali, melainkan berkali-kali.
Materi pelajaran juga sudah ditambahkan. Jam sekolah diperpanjang untuk memberikan materi yang diperkirakan akan keluar dalam UN. Untuk kali pertama dalam sejarah UN, Kapolres pun ikut membuka soal di sebuah sekolah. Kepala daerah, Ketua DPRD pun harus bangun pagi-pagi untuk memantau pelaksanaan UN. Ah, dulu zamanku Pak Bupati tak pernah datang. Apalagi hanya untuk meramaikan momen bernama UN.
Soal pun dibuat berbeda dalam satu ruang ujian. Ini upaya pemerintah pusat melalui Kemendiknas agar siswa tak lagi saling contek. Tujuannya tentu bagus, agar mutu pendidikan di negeri ini meningkat. Paling tidak bersainglah dengan negara-negara tetangga. Namun tak selamanya tujuan bagus membuat UN berjalan bagus. Bukan cerita baru jika sekolah berlomba menjadikan kelulusan 100 persan dalam setiap kali UN. Sekolah yang mampu mencapai ini bahkan memasang spanduk di jalan. Lulus 100 persen.
Pemerintah pun memberikan penghargaan. sekolah yang siswanya lulus 100 persen diundang pada malam anugerah. Sekolah mendapatkan bantuan, kepala sekolahnya naik ke panggung diiringi tepuk tangan yang membahana. Begitulah hebatnya sebuah UN di negeri ini.
Seorang teman dekat yang pernah menjabat sebagai kepala sekolah mengakui pernah bangun subuh untuk mengambil soal ujian di kantor polisi atau pos polisi yang sudah ditunjuk sebagai tempat menyimpan dokumen rahasia ini. Waktu itu UN masih menyediakan soal cadangan. Nah soal cadangan inilah yang dibuka lalu dikerjakan sebelum matahari terbit. Lalu jawabannya diam-diam diedarkan kepada siswanya. Harapannya tentu satu, mencapai kelulusan 100 persen.
Juga bukan asal cerita jika seorang pengawas dengan terang-terangan mendapatkan instruksi dari kepala sekolah tempat dia bertugas sebagai pengawas UN. Permintaannya, minta tolong membantu memberikan jawaban. Sudah biasa...
Seorang tokoh pendidikan Tanjungpinang (Kepri), Zamzami A Karim di sebuah media terbitan lokal berharap pemerintah tak berlomba-lomba menentukan target UN. Ia percaya, target yang ditetapkan akan membuat sekolah menggunakan segala cara untuk mendapatkan angka kelulusan 100 persen.
UN bukan hal yang menyenangkan lagi. Tak lagi menyenangkan karena bisa pulang sekolah lebih awal. UN seolah menjadi hantu yang membuat siswa tercekik jika tak mampu menyelesaikan soal-soal yang ada. Siswa semakin ketakutan ketika ritual-ritual seperti motivasi, hipnoterapi menjadi menu pembuka menjelang pelaksanaan UN.
UN di SMKN 1 Tanjungpinang. Foto-adly |
Materi pelajaran juga sudah ditambahkan. Jam sekolah diperpanjang untuk memberikan materi yang diperkirakan akan keluar dalam UN. Untuk kali pertama dalam sejarah UN, Kapolres pun ikut membuka soal di sebuah sekolah. Kepala daerah, Ketua DPRD pun harus bangun pagi-pagi untuk memantau pelaksanaan UN. Ah, dulu zamanku Pak Bupati tak pernah datang. Apalagi hanya untuk meramaikan momen bernama UN.
Soal pun dibuat berbeda dalam satu ruang ujian. Ini upaya pemerintah pusat melalui Kemendiknas agar siswa tak lagi saling contek. Tujuannya tentu bagus, agar mutu pendidikan di negeri ini meningkat. Paling tidak bersainglah dengan negara-negara tetangga. Namun tak selamanya tujuan bagus membuat UN berjalan bagus. Bukan cerita baru jika sekolah berlomba menjadikan kelulusan 100 persan dalam setiap kali UN. Sekolah yang mampu mencapai ini bahkan memasang spanduk di jalan. Lulus 100 persen.
Pemerintah pun memberikan penghargaan. sekolah yang siswanya lulus 100 persen diundang pada malam anugerah. Sekolah mendapatkan bantuan, kepala sekolahnya naik ke panggung diiringi tepuk tangan yang membahana. Begitulah hebatnya sebuah UN di negeri ini.
Seorang teman dekat yang pernah menjabat sebagai kepala sekolah mengakui pernah bangun subuh untuk mengambil soal ujian di kantor polisi atau pos polisi yang sudah ditunjuk sebagai tempat menyimpan dokumen rahasia ini. Waktu itu UN masih menyediakan soal cadangan. Nah soal cadangan inilah yang dibuka lalu dikerjakan sebelum matahari terbit. Lalu jawabannya diam-diam diedarkan kepada siswanya. Harapannya tentu satu, mencapai kelulusan 100 persen.
Juga bukan asal cerita jika seorang pengawas dengan terang-terangan mendapatkan instruksi dari kepala sekolah tempat dia bertugas sebagai pengawas UN. Permintaannya, minta tolong membantu memberikan jawaban. Sudah biasa...
Seorang tokoh pendidikan Tanjungpinang (Kepri), Zamzami A Karim di sebuah media terbitan lokal berharap pemerintah tak berlomba-lomba menentukan target UN. Ia percaya, target yang ditetapkan akan membuat sekolah menggunakan segala cara untuk mendapatkan angka kelulusan 100 persen.
UN bukan hal yang menyenangkan lagi. Tak lagi menyenangkan karena bisa pulang sekolah lebih awal. UN seolah menjadi hantu yang membuat siswa tercekik jika tak mampu menyelesaikan soal-soal yang ada. Siswa semakin ketakutan ketika ritual-ritual seperti motivasi, hipnoterapi menjadi menu pembuka menjelang pelaksanaan UN.
Post a Comment for "Ujian Nasional"