Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Terpendam dari Lorong Sepatu (3)

Pejabat yang Malu-malu Kucing

Pernahkah Anda berpikir orang kaya selalu bisa mendapatkan barang yang diinginkan? Jawabannya mungkin benar. Namun, jika pertanyaannya apakah orang kaya selalu dengan mudah mendapatkan barang favoritnya, jawabannya belum tentu. Ini dunia sepatu, dan tukang sol sepatu bicara soal sepatu. Diam-diam, banyak pejabat atau orang kaya yang secara diam-diam pula memperbaiki sepatunya di Lorong Sepatu.

Saya sempat heran ketika bertanya kepada beberapa tukang sol sepatu di tempat ini, apakah pernah mendapatkan pelanggan orang kaya atau sepatu mereka yang tentu saja bermerek. Jawabannya cuma : tertawa. "Orang kaya, orang miskin, orang biasa, kalau memperbaiki sepatunya ya di sini," ungkap Pak John. Pembicaraan saya dengan tukang sol sepatu yang usianya di atas setengah abad ini awalnya kurang begitu hangat. Kata dia, entah berapa wartawan yang menulis kisah tukang sol sepatu di Lorong Sepatu ini. "Nyatanya tak ada juga bantuan untuk kami," jawabnya setengah acuh, waktu saya pertama kali datang.

Oalah... Dan saya dengan terus terang mengatakan, kali ini tidak akan menulis harapan atau keinginannya juga teman-teman seprofesinya untuk mendapatkan bantuan pemerintah. Saya katakan, untuk mengurus masalah lain saja yang berhubungan dengan pemerintahan belum tentu beres, alih-alih mikir tukang sol sepatu, Pak. Saya hanya ingin menulis cerita-cerita unik dibalik kehidupan penyelamat sepatu bagi pemiliknya. Barulah wawancara berlangsung gayeng.

Jika seorang pejabat bisa dengan pede bicara di depan forum mengenai tugas-tugasnya, tidak selalu begitu jka sudah berkaitan dengan sepatu. Entah sudah berapa orang kaya atau pejabat yang mengirimkan sepatunya yang agak rusak sikit ke Lorong Sepatu. Tentu saja tidak diantarkan pemiliknya sendiri. Nah, urusan antar jemput sepatu milik pejabat atau orang kaya ini bisa dilaksanakan ajudannya, pegawainya, atau orang lain yang diupah. Para tukang sol sepatu biasa menandai hal ini dengan merek-merek sepatu terkenal, yang ada di majalah-majalah dengan kertas tebal mengkilap. Atau secara tak sengaja yang mengantar sedikit bocor : kapan selesai, Pak? Soalnya besok dipakai Bapak untuk acara penting. Nah, ketahuan...

Toh tetap saja bagi tukang sol sepatu bukan siapa pemilik sepatu yang penting. Ongkos biaya perbaikan tentu lebih penting, karena yang dikerjakan mereka bukan hobi yang hanya menimbulkan kenyamanan di hati, melainkan ini urusan rezeki way. Urusan bahan-bahan pokok yang harus selalu ada di rumah, biar istri senantiasa tersenyum dan senang hati memasak. Bedanya, untuk sepatu-sepatu jenis ini tingkat kerusakannya bisa sangat sedikit. Entah lemnya terkelupas sekian centimeter. Kalau sepatu warga kebanyakan bisa lebih parah, sampai menganga atau alas karetnya jebol sehingga pemiliknya harus jinjit-jinjit jika melewati jalan yang tergenang air.

Subarman mengaku, seorang kepala daerah tingkat dua, sekelas kotamadya atau kabupaten yang ada di Kepri merupakan langganannya. Namun jangan ditanya siapa namanya, karena dengan serius lelaki yang membiayai sekolah tiga anaknya serta mencukupi kebutuhan keluarga ini tak akan menyebut nama. Iyalah, ini semacam kode etik para tukang sol sepatu. Tak hanya polisi, pengacara, wartawan yang berpegang teguh kepada kode etiknya.

Anda orang kaya atau pejabat yang memiliki sepatu kesayangan yang dibeli pas pelesir ke luar negeri dan alas kaki tadi butuh perbaikan? Jangan khawatir, datang saja ke Lorong Sepatu, atau suruh saja orang lain mengantarnya. Rahasianya terjaga kok, dan ketika sudah diperbaiki dan dipakai kembali, siapa sangka sepatu yang mantap dan mengkilap karena semir itu sudah terkena sentuhan tukang sol sepatu lokal.(bersambung)

Post a Comment for "Kisah Terpendam dari Lorong Sepatu (3)"